Bagi orang yang tinggal di Bandung dan sekitarnya, gunung Tangkuban Perahu merupakan salah satu destinasi wisata favorit. Khususnya, pelancong dapat dengan mudah menikmati keindahan view kawah Domas dengan hanya sedikit berjalan saja dari parkiran bila melalui gerbang resmi di dekat perbatasan Lembang - Subang.
Namun kali ini, saya memilih untuk melakukan pendakian via jalur lainnya. Ada dua jalur untuk menuju ke Tangkuban Perahu (selain via jalur resmi), yakni via kebun teh Sukawana dan via Jayagiri. Berhubung via Sukawana lebih mudah dan jalurnya lebih jelas, saya memilih untuk melakukan pendakian melalui Sukawana. Saya memulai pendakian dari CIC (Ciwangun Indah Camp), sekaligus menitipkan motor di parkirannya. Relatif lebih aman (dan jalannya agak lebih enak buat motor matic) dibanding menitipkan motor di warung pinggir kebun teh. Di CIC, cukup membayar parkir dan tiket masuk. Saya lupa harga eksaknya berapa, tapi seingat saya total tidak sampai 20 ribu untuk masuk + parkir motor. Dari CIC kemudian kita tinggal naik tangganya dan berjalan ke arah kebun teh. Untuk yang baru pernah ke sini, bagian awal ini sampai ke batas rimba mungkin adalah bagian paling membingungkan. Untuk itu, jika anda ingin mencoba melakukan pendakian solo ke sini untuk pertama kali, ada baiknya anda menyiapkan GPS (atau ya ajak saja teman yang sudah pernah 😬).
Selepas dari CIC, kita akan memasuki kawasan kebun teh. Rule of thumb: ikuti saja jalannya + cek GPS untuk memastikan jalurnya benar.
Memasuki kawasan kebun teh. |
Di perjalanan anda (sebelum melewati batas rimba), mata anda akan sangat dimanjakan dengan pemandangan kebun teh dan Gunung Burangrang di sebelah barat-barat laut.
View gunung Burangrang. |
Setelah berjalan sekitar 4 kilometer dari parkiran CIC, tibalah kita di batas rimba. Di dekat pagar pembatas ada jalur untuk motor offroad juga. Jika anda adalah pendaki, jangan masuk ke arah sana. Teruslah berjalan lurus.
Gerbang Jalur Offroad |
Mulai masuk kawasan hutan Tangkuban Perahu |
Selepas masuk hutan, tinggal ikuti jalur yang ada. Selama anda menggunakan common sense dan tidak nerabas ke luar jalur, seharusnya anda tidak akan tersasar di sini. Jalur yang ada sangat jelas dan cukup lebar. Bila anda kelelahan, anda bisa langsung istirahat di pinggir jalan saja. Di sebagian besar trek, hal ini tidak akan menghalangi jalan bagi pendaki lain. Oh ya, di sini tidak ada pos-pos seperti di gunung-gunung lain ya. Jadi kalau anda lelah ya berhenti saja di pinggir jalan. Jalannya sebagian besar berisi batu-batu kecil, sehingga tidak terlalu licin walau hujan. Namun, hal ini mungkin akan membuat kaki anda sedikit kurang happy akibat terus-menerus dihantam batu lagi batu lagi 😅.
Setelah kurang lebih 3 kilometer dari batas rimba, kita akan menemui persimpangan. Ke kiri menuju ke tower pemancar dan ke kanan menuju ke “puncak”. Saya tidak berniat mampir ke tower dulu, jadi saya mengambil arah kanan. Tidak jauh dari situ, kita akan menemui suatu warung. Sayangnya saat itu warungnya sedang tidak buka (mungkin karena hari kerja sepi kali ya?), sehingga saya hanya numpang duduk sebentar saja untuk rehat. Dari warung, ada penunjuk arah ke “puncak”, tetapi puncak sejati Tangkuban Perahu bukan berada di sana. Puncak sejati justru ada di arah lurus dari warung tersebut. Hanya saja, puncak sejati Tangkuban Perahu berada di tengah hutan dan tidak memiliki view yang ciamik. Yah, saya memutuskan untuk berjalan ke arah “puncak” terlebih dahulu. Di sana, kita dapat melihat pemandangan Kawah Upas.
Viewpoint Kawah Upas, alias “Puncak” |
Saya memutuskan untuk rehat sebentar di sini. Tidak mau terlalu lama juga, mengingat cuaca mulai mendung dan angin kencang membawa gas beracun dari kawah naik (bahkan saat saya baru sampai, view hampir sepenuhnya tertutup oleh gas beracun dari kawah). Saya sempatkan minum dan membaca buku sebentar sembari membiarkan TWS saya beristirahat di dalam charging case dan meluruskan kaki saya yang sempat terasa kram. Saya awalnya berencana untuk ke puncak sejati (saya sudah menyiapkan file GPXnya juga untuk penunjuk arah ke sana serta mensurvei via Google Earth), tetapi atas pertimbangan cuaca dan kondisi kaki saya, saya memutuskan untuk langsung turun saja. Perjalanan naik dilalui dengan sangat santai, menghabiskan waktu sekitar 3.5 jam (untuk total jarak sekitar 8 kilometer dan elevation gain sekitar 650 meter).
Ketika berjalan turun, saya hampir tidak berhenti. Mengejar waktu karena cuaca kian mendung. Paling-paling hanya beristirahat untuk sedikit minum atau membetulkan tali sepatu. Alhasil, perjalan turun saya lalui dalam waktu kurang dari 2 jam. Agak pelan sih di bagian akhir karena adanya blister di kaki saya membuat 2-3 kilometer terakhir perjalanan turun terasa sangat menyakitkan. Yah setidaknya saya berhasil sampai di parkiran CIC sebelum hujan turun. Saya merapikan sedikit barang-barang di tas, kembali memakai jaket, dan langsung membawa sepeda motor kembali ke kota Bandung. $$~$$
Walau tetap saja kehujanan di perjalanan saat sampai di daerah Ledeng - Setiabudhi sih wkwkwk.
Oh ya, untuk yang mau coba ke sana juga, bisa cek file GPXnya di sini. Nanti tinggal buka filenya di aplikasi Footpath, export ke Garmin, atau aplikasi GPS lain favorit anda.
Untuk yang penasaran tentang puncak sejati Tangkuban Perahu, bisa cek peta dan artikel dari Gunung Bagging di sini.